Kasta, Kepercayaan, dan Konflik di Balik Perpolitikan India - KOMPAS.com

ENAM tahun yang lalu, keluarga Irshad Ali terpaksa meninggalkan rumah mereka di Kota Muzaffarnagar, wilayah utara Uttar Pradesh (UP), India.

Mereka termasuk di antara 50.000 orang Muslim yang mengungsi setelah kerusuhan terjadi di Muzaffarnagar pada 2013 yang menewaskan 62 orang dan melukai puluhan lainnya.

Muzaffarnagar memiliki populasi lebih dari 500.000 penduduk, yang 40 persen di antaranya adalah Muslim.

Irshad mengingat kembali masa kecilnya di Phugana, sebuah desa kecil nan damai sekitar 100 kilometer dari New Delhi.

Beberapa hari sebelum kerusuhan terjadi, Irshad teringat akan bisikan-bisikan lirih dan pandangan mengancam dari orang-orang di sekitarnya. Sementara tanda-tanda lain terlihat jauh lebih ketara.

Baca juga: Otoritas India Ledakkan Rumah Milik Miliarder Buronan Kasus Penipuan Bank

“Ada yang mengatakan ingin membasuh tangan mereka dengan darah kami. Mereka ingin melenyapkan kami. Mereka mengatakan bahwa kami akan mati dalam beberapa hari,” ujar Irshad saat mengingat kembali ancaman-ancaman yang diterimanya beberapa hari sebelum kerusuhan.

Kerusuhan pun terjadi tiga hari setelah ancaman-ancaman itu muncul, yaitu pada 27 Agustus 2013. Masih banyak orang yang berdebat mengenai apa yang memicu kerusuhan itu. Ada yang mengatakan kerusuhan berawal dari kecelakaan lalu lintas.

Apapun penyebabnya, banyak keluarga yang dibunuh oleh tetangga mereka sendiri. Pada akhirnya, sebagian besar umat Muslim segera lari ke wilayah lain, akan tetapi ibu Irshad menolak untuk meninggalkan rumah keluarganya.

“Ibu saya menolak untuk meninggalkan desa, sebab keluarga kami sudah tinggal di sini sejak lama. Dia menyuruh kami untuk tidak pergi, bagaimanapun keadaannya,” tutur Irshad.

Akhirnya, keluarga Irshad berhasil melarikan diri saat malam hari, dan mereka mengungsi ke desa Muslim sebelah.

Saat itu, Irshad yang baru berumur tiga belas tahun harus ikut menjaga desa saat siang dan malam hari. Berjaga-jaga dari kemungkinan terjadinya serangan yang kedua.

Baca juga: Mewahnya Perayaan Ardha Kumbh, Cara Narendra Modi Gaet Suara dari Allahabad

Sekitar 14,2 persen dari 1,3 miliar populasi India adalah umat Muslim. India merupakan negara Muslim terbesar kedua di dunia, setelah Indonesia.

Sayangnya, kejadian yang dialami oleh Irshad jauh dari kata menyenangkan. Kasta dan kepercayaan adalah dua isu yang memecah belah India, dan ironisnya kedua hal itu juga yang menyatukan negara ini.

Akibat kerusuhan tersebut, sebanyak 50.000 umat Muslim harus mengungsi. Foto ini diambil di sebuah kamp pengungsian, Muzaffarnagar Victim Relief Camp, tiga tahun setelah kerusuhan.Press Trust of India (PTI) via CERITALAH INDIA Akibat kerusuhan tersebut, sebanyak 50.000 umat Muslim harus mengungsi. Foto ini diambil di sebuah kamp pengungsian, Muzaffarnagar Victim Relief Camp, tiga tahun setelah kerusuhan.
Masing-masing partai politik mendapatkan dukungan dari beberapa kelompok kasta dan/atau agama.

Sebagai contoh, Partai Samajwadi (Partai Sosialis India) sejak 1990-an telah didukung oleh Yadav (kelompok petani dan kelas bawah) yang kebanyakan berasal dari kelompok Kasta Bawah Lainnya (Other Backward Caste/OBC) dan di negara bagian dengan populasi Muslim yang tinggi.

Hal ini telah mendorong mereka untuk berkuasa di UP sebanyak tiga kali dalam 26 tahun terakhir.

Di sisi lain, Partai Bahujan Samaj (BSP--Partai Politik Nasionalis India) mewakili golongan Dalit (kasta terendah di India)–melalui pemimpin partai Mayawati–berhasil menguasai kursi Ketua Menteri UP sebanyak empat kali.

Sementara Partai Bharatiya Janata (BJP–partai penguasa pemerintah saat ini) sangat bergantung pada kelompok kasta pedagang dan kelas atas seperti Banias (kelompok pedagang) dan Brahmana (kelompok tokoh agama dan guru).

Isu kasta dan agama seringkali menjadi pemicu utama pertikaian di kehidupan sehari-hari di India–apalagi bila tercampur dengan politik.

Selain kerusuhan Muzaffarnagar pada 2013, terdapat beberapa kerusuhan besar menjelang Pemilu sebelumnya, seperti kerusuhan Meerut pada 1987, kerusuhan Orissa pada 1989, dan kerusuhan Godhra (Gujarat) pada 2002.

Kejadian tersebut berdampak kuat pada kalkukasi politik di beberapa kelompok kasta dan agama.

Di wilayah UP, kelompok kasta Jats yang mayoritas berasal dari petani-petani biasanya mendukung partai lokal, yaitu Partai Rakyat Nasionalis (Rashtriya Lok Dal–RLD).

Namun seusai terjadi pembantaian pada 2013, mereka mengalihkan dukungan ke BJP dalam Pemilu 2014. Kelompok Jat menyumbang sekitar 4,4 juta di UP dan sekitar 28 juta di seluruh India.

Dengan kondisi ini, masa depan apa yang menanti India? Sayangnya, kekacauan tampaknya akan semakin banyak terjadi.

Polarisasi agama dan tren nasionalisme Hindu kira-kira berawal dari kejadian penghancuran Masjid Babri di Kota Ayodhya, UP pada Desember 1992.

Pada Pemilu 2014, BJP berjanji untuk membangun sebuah kuil Hindu yang megah di atas tanah yang diperebutkan oleh umat Hindu dan Muslim tersebut.

Pada akhir 2018, kelompok politik sayap kanan Hindu berkumpul di Ayodhya untuk mendesak pembangunan Kuil Rama di lokasi itu, mengabaikan fakta bahwa persengketaan masih belum diputuskan oleh pengadilan.

Kemudian pada 14 Februari, pasukan paramiliter India diserang oleh kelompok separatis Kashmir di distrik Pulwarma, wilayah Jammu dan Kashmir, dan menyebabkan 40 orang tewas.

Kejadian ini telah memicu aksi balas dendam yang ditujukan ke etnis Kashmiri dan umat Muslim di seluruh India.

Dari apa yang terjadi belakangan ini, tampaknya India tidak akan terlepas dari kekerasan antar kelompok masyarakat dalam waktu dekat.

Di tengah kekacauan itu, Irshad bercerita bahwa dia ingin memperdalam ilmunya di Matematika sejak enam tahun yang lalu.

“Kerusuhan menghancurkan pendidikan saya. Saya mencoba kembali pergi ke sekolah lima bulan setelah kerusuhan. Tapi yang terjadi, teman-teman kelas justru mengeroyok saya. Saya tidak pernah ke sekolah lagi setelah itu,” cerita Irshad.

Butuh waktu hingga dua tahun untuk menghilangkan rasa traumanya dan untuk keluarganya mengumpulkan uang yang cukup untuk biaya sekolahnya.

Sekolah barunya juga tidak jauh berbeda. Gurunya yang seorang “Islamophobia”, atau diskriminatif terhadap Islam, menggagalkan setiap murid Muslim di kelasnya dan memberikan nilai yang tinggi ke murid-murid lain, bahkan yang terbodoh sekalipun.

Dengan kesalnya, Irshad bercerita, “Saya hampir menyerah. Saya tidak pergi ke sekolah lagi. Sekarang saya belajar dari rumah untuk mempersiapkan ujian," katanya. 

"Jika mereka menggagalkan saya sekali lagi hanya karena saya seorang Muslim, maka tidak ada pilihan bagi saya selain untuk bekerja di tempat pembakaran batu bata. Ada banyak murid Muslim lainnya, yang jauh lebih pintar dari saya, yang bekerja di sana,” pungkasnya.  


Let's block ads! (Why?)

https://ift.tt/2EK8KVx from De Blog Have Fun https://ift.tt/2EWFhc0

Posted By : LumpaCom - Informasi Tiada Henti

0 Response to "Kasta, Kepercayaan, dan Konflik di Balik Perpolitikan India - KOMPAS.com"

Posting Komentar

Banner 1

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel